Bacaan Puncta : Markus 6 : 17 - 29
Dibuat oleh : Fr. Stanislaus Andi Eka Prasetya
“Tuhan memanggil kita sebagai pelayan-Nya.
Namun, pernah terpikirkah oleh kita bahwa Ia bisa memanggil kita kapanpun itu?”
Saudara/i yang terkasih,
Bacaan pada hari Kamis, 29 Agustus 2024 (Mrk. 6:17-29) mengingatkan kita akan kisah Yohanes Pembaptis yang dibunuh oleh Herodes dengan cara dipenggal kepalanya. Ada berbagai perspektif yang bisa kita lihat dan nilai di dalam perikop tersebut. Mulai dari bagaimana Herodes menyimpan rasa dendam kepada Yohanes, Herodes yang membuat janji, perbuatan Herodias dan ibunya, hingga sikap totalitas yang diberikan oleh Yohanes. Maka, pada kesempatan ini, saya ingin menawarkan pendalaman mengenai sikap yang diberikan oleh Yohanes.
Yohanes Pembaptis yang dikisahkan dalam perikop tersebut, tidak serta merta langsung diceritakan mengenai sikap yang diberikan ketika mendapatkan panggilan menangkap Yohanes dan hendak dibunuh. Namun, apa yang bisa kita resapi dan lihat secara langsung lewat kata-kata yang diberikan oleh Penginjil Markus adalah bagaimana kesiapsediaan Yohanes Pembaptis untuk memberikan dirinya dan percaya seutuhnya pada jalan yang telah ditunjuk Tuhan lewat kemartiran dirinya.
Lewat bacaan ini saya menjadi bertanya dalam diri, “Bagaimana bisa Yohanes memiliki iman yang begitu besar dan siap menghadapi segala rintangan dalam waktu serta kondisi apapun itu?”
Saya menjadi teringat akan cerita ketika saya setelah baru saja 1 hari pindah ke Wisma Cempaka Putih Timur. Di suatu pagi yang cerah, saya yang baru saja pergi untuk mencari kunci sepeda memutuskan untuk menghampiri minimarket sejenak. Ketika saya sampai, saya bertemu seorang remaja laki-laki dengan berpakaian badut sedang memanggil-manggil adiknya yang di dalam minimarket tersebut. Ketika mata kami saling bertemu, ia berkata, “Mas, boleh minta tolong beliin adik saya es krim ngga ya? Satu aja.” Melihat adiknya yang sudah merengek di dalam dan dia sudah tampak kelelahan, saya berkata, “Ohya gapapa mas.” “Makasih banyak ya mas!”
Tanpa mengambil waktu lebih lama, sayapun langsung masuk untuk bertemu dengan adiknya itu dan berkata,
“Ayuk beli es krim. Kamu mau es krim apa?”
“Aku ngga mau es krim kak.”
“Terus kamu mau apa?”
“Aku mau mainan.”
Sontak, saya sedikit terkejut karena rupanya apa yang tadi dikatakan agak berbeda dengan apa yang diinginkan oleh sang adik.
“Yaudah kita cari mainan yuk.”
“Horeee! Makasih kak!”
Lalu kami pergi ke lorong mainan dan sedikit berkenalan di sana. Setelah mengambil mainan yang ia inginkan, aku memutuskan untuk mengajaknya membeli minuman untuk dia dan kakaknya yang menunggu di luar. Selain itu ketika di kasir, iapun meminta untuk dibelikan satu sosis. Tidak masalah bagiku untuk hal tersebut, sejauh itu memang ia butuhkan karena barangkali ia belum makan banyak pagi itu.
Saudara/i yang terkasih, panggilan untuk mengabdi kepada Tuhan barangkali tidak kita sangka-sangka waktuya. Kita dipanggil oleh Tuhan kapanpun Ia membutuhkan kita. Kita harus siap untuk mengabdi-Nya dengan sepenuh hati dan kapanpun itu. Meski kita adalah manusia yang terbatas dan apa adanya, namun kita adalah manusia sosial yang ada untuk sesama.
Jika ingin berpikiran negatif, bisa saja ini dilakukan sebagai bentuk penipuan atau ada orang yang sengaja membuat semacam Social Experiments yang tengah banyak dilakukan oleh warga sosial media saat ini. Namun, tidak sepantasnya bagi kita untuk memandangnya menjadi hal-hal seperti itu ketika kita melakukan kebaikan.
Kesiapsediaan Yohanes Pembaptis perlu menjadi catatan penting bagi kita mengingat ia adalah pribadi yang cukup krusial di dalam berbagai karya Tuhan kita Yesus Kristus. Ini adalah suatu contoh sikap yang perlu kita teladani juga di dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita tidak lagi memikirkan soal ego kita. Kita melupakan rencana-rencana kita. Kita kesampingkan dahulu kepentingan kita masing-masing demi terjalannya rencana karya kasih Tuhan bagi sesama. Tuhan ingin kita untuk menjadi alat kasih-Nya dan Ia akan selalu memanggil kita.
Maka, pertanyaannya hanya satu, “Sudah siapkah kita untuk dipanggil Tuhan, kapanpun dan dimanapun itu?”
Gambar : Pemandangan Halaman Depan Wisma Cempaka Putih Timur
Commenti