Bacaan Puncta : Yohanes 2 : 13-22
Dibuat Oleh : Fr. Christopher Ehren
Saudara-saudara yang terkasih, sebelum kita merefleksikan lebih jauh soal peristiwa Yesus mengusir para pedagang dan penukar uang dari Bait Suci, saya mengajak kita semua untuk melihat konteksnya terlebih dahulu. Sebenarnya, apa yang sesungguhnya terjadi pada waktu itu sehingga Yesus marah besar. Pertama, bagi orang Yahudi hari raya Paskah merupakan hari raya yang besar. Hari raya ini adalah hari yang penting bagi mereka karena menjadi hari pengenangan akan peristiwa pembebasan dari tanah Mesir. Maka, pada hari raya itu, semua laki-laki dewasa Yahudi yang berusia 13 tahun wajib melakukan ziarah ke Yerusalem. Upacara utama dalam hari raya Paskah adalah upacara kurban anak domba dan perjamuan Paskah dalam keluarga-keluarga. Mengenai paskah dapat kita lihat pada Keluaran 12. Di sana dijelaskan dengan sangat jelas dan lengkap bagaimana Orang Yahudi merayakan paskah. Kedua, para peziarah juga diwajibkan untuk membayar pajak ke Bait Suci. Akan tetapi, mata uang yang boleh dipakai adalah hanya mata uang Yerusalem, yaitu mata uang Tyria. Maka kehadiran para penukar uang di sana bertujuan untuk membantu para peziarah yang ingin memberikan persembahan, namun tidak bisa karena berbeda mata uangnya. Para penukar uang membantu para peziarah agar bisa memberikan persembahan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dua kewajiban ini menjadi kesulitan bagi orang-orang yang berasal dari luar Yerusalem. Perjalanan yang jauh membuat mereka sulit untuk membawa hewan kurban sendiri. Kalau kita tahu, jarak yang harus mereka tempuh berada di kisaran ratusan hingga ribuan kilometer. Contoh : mesopotamia - yerusalem mempunyai jarak sejauh 1.076 Km, antiokhia - yerusalem sejauh 729 Km dan lainnya. Begitu pun dengan uang persembahan, karena para peziarah memiliki mata uang berbeda dengan mata uang Yerusalem, maka uang yang mereka bawa tidak berlaku di Bait Suci. Atas dasar kesulitan ini, maka sesungguhnya bukanlah suatu kesalahan bila ada para pedagang hewan (domba/kambing, merpati) dan para penukar uang ada di sana. Kehadiran mereka akan sangat membantu para peziarah. Mereka membantu para peziarah agar mereka mempunyai bahan kurban dan sesembahan yang layak bagi upacara paskah yang sangat penting bagi para peziarah.
Pertanyaannya adalah, bila kehadiran para pedagang dan penukar uang sungguh-sungguh membantu para peziarah agar dapat melaksanakan ibadah di Bait Suci, lantas mengapa Yesus marah? Mengapa pada akhirnya, mereka diusir dari tempat itu?
Jawabannya adalah Yesus sangat mencintai Bapa-Nya, mencintai Bait Allah, dan tentunya mencintai para peziarah, umat Allah. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh para pemuka agama Yahudi juga para pedagang tersebut. Mereka seolah-olah tampak sibuk membantu melayani penyelenggaraan ibadat di Bait Suci, mempersiapkan hewan yang terbaik untuk perayaan kurban, dan menyediakan persembahan yang baik. Akan tetapi, mereka tidak memiliki kasih terhadap Allah dan sesama. Yesus mengetahui adanya ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam praktik tersebut dan para pemuka agama ada di balik itu. Hal ini nampak jelas dalam ungkapan Yesus sebagaimana diceritakan oleh penginjil Sinoptik: “Rumah-Ku disebut rumah doa. Tetapi kamu jadikan sebagai sarang penyamun”. Ada praktik bisnis yakni meraup keuntungan dengan tameng demi ibadah keagamaan. Ada motivasi yang tidak murni dari para pedagang dan penukar uang. Kelihatannya mereka membantu meringankan beban para peziarah, namun sebenarnya mereka mencari keuntungan pribadi. Mereka memanfaatkan peristiwa tersebut demi mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan meninggikan harga jual.
Maka, punctum yang saya tawarkan pada malam hari ini, pertama, yakni kita diajak untuk kembali memurnikan motivasi panggilan kita, apapun itu. Baik menjadi Imam, Biarawan Biarawati, maupun awam sekalipun. Apakah benar aku dengan gembira dan merdeka melakukan pelayanan yang dipercayakan kepadaku? Atau aku punya motivasi-motivasi tersembunyi dalam melakukan pelayanan tersebut? Sama seperti para pedagang yang kelihatannya melayani dengan tulus karena mau memberi bantuan kepada peziarah dengan mempersiapkan hewan kurban yang terbaik. Mereka juga bersedia menjadi penukar uang untuk mempersiapkan persembahan yang paling baik. Tampaknya saja pelayanan mereka tulus, tapi di balik itu, mereka mengambil keuntungan dari hasil penjualan dan penukaran uang. Mereka meninggikan harga beli hewan dan meninggikan nilai tukar uang. Kita diajak untuk bersikap tulus dan tanpa pamrih dalam menjalani pelayanan kita, apapun itu bentuknya. Ketika kita melakukan pelayanan yang murni, kita ikut andil membantu orang yang kita layani untuk merasakan kasih Tuhan. Kedua, dalam tulisannya kepada Jemaat di Korintus, Raul Paulus berkata “Tidak tahukah kamu bahwa kamu adalah bait Allah, bahwa roh allah diam di dalam kamu? Sebab bait Allah adalah kudus, dan bait Allah adalah kamu”. Kita diajak sama seperti Yesus, membersihkan Bait Allah, yakni diri kita sendiri, dengan menguduskannya. Kita diajak untuk menghargai kekudusan diri kita dengan menjaganya dan merawatnya. Caranya bisa beragam, namun yang terpenting adalah kesungguhan dan kesetiaan dalam menjalankan ajakan Yesus tersebut. Tuhan memberkati, Amin.
Terima kasih Fr. Ehren. Sangat mendalam dan menyentuh hati, mengingatkan kita untuk membersihkan Bait Allah, yakni diri kita.