Bacaan Puncta : Lukas 10 :1-12
Dibuat oleh : Fr. Aloysius Gonzaga Rikito Teguh Santosa
Kita tadi membaca bacaan mengenai Yesus yang mengutus 72 murid mendahului-Nya ke kota-kota yang akan dituju, berdua-dua. Para murid yang diutus itu bisa kita sebut sebagai utusan Tuhan. Mereka diutus sesuai dengan kehendak Tuhan yang bisa mengutus mereka kemanapun Tuhan mau dan para murid pun tidak bisa memilih tujuannya. Bisa ke kota yang mudah dan menerima, bisa saja ke kota yang sulit dan cenderung menolak para murid itu. Tapi tetap saja mau dimanapun mereka diutus, mereka harus membawa nama Tuhan.
Sebagai utusan itu, para murid juga punya tugas yang harus dilakukan. Berdasarkan yang sudah kita baca bersama, tugas mereka adalah membawa damai, menyembuhkan orang sakit, dan menyerukan pertobatan. Menjalani perutusan itu tentu tidak selalu mulus. Ada kalanya mereka mengalami tantangan dan halangan. Misalnya, diabaikan, ditolak, dibuat emosi, atau sulit untuk masuk ke dalam tempat perutusan itu. Tapi tentu mereka sebagai utusan Tuhan tidak boleh membalas atau melawan balik. Karena tugas murid tadi adalah membawa damai.
Nah di dunia saat ini, kita sebagai murid juga diutus oleh Tuhan. Teman-teman bisa memaknai perutusan yang sedang teman-teman jalani masing-masing entah perutusan studi, mengajar, atau asistensi.
Disini saya ingin menceritakan pengalaman perutusan peregrinasi tahun lalu di masa tahun rohani. Saya mendapat rute peregrinasi dari Cibadak, sukabumi ke Klender dan teman perjalanan saya adalah Javier dan Yanto. Jarak perjalanan kurang lebih 95km dan kami menyelesaikannya selama 3 hari dua malam, tepat waktu. Selama perjalanan, tentu kami merasa kepanasan, lelah, lapar, dan haus. Dan untuk mengatasinya tentu kami harus berani meminta minum, makan, dan tempat istirahat. Tentu Tuhan tidak membiarkan kami mati kelaparan, dehidrasi, atau kelelahan. Asal berani meminta, ada saja orang baik yang memberi kami makan roti bahkan nasi, minuman gratis, dan tempat istirahat. Namun ada juga pengalaman dimana kami khususnya saya yang ditolak. Saat itu saya ingin meminta roti di warung, namun bapak pemilik warung menolak memberinya dengan mengatakan “yah dek saya kan jualan masak minta, beli atuh”. Disitu saya merasa kecewa tapi ya tidak apa apa. Itu resiko menjalani perutusan, harus berani juga ditolak.
Saya yakin teman-teman punya pengalaman perutusan dengan penghayatan yang lebih banyak dan lebih luas, tapi yang ingin saya sampaikan adalah sebagai utusan Tuhan, kita hendaknya senantiasa membawa damai dan menjalani perutusan itu dengan hati yang siap menghadapi apapun.
Maka untuk menutup puncta ini saya ingin memberi pertanyaan reflektif, sudahkah kita menjadi utusan Tuhan yang baik dan sudahkah kita menghadapinya dengan damai? Semoga kita semakin menjadi utusan yang membawa damai. Amin
Gambar : Beberapa Frater di utus menjadi panitia Chierichetta Cup KAJ 2024
Comments