top of page
Postingan Instagram Projak.jpg

"Menjadi Sembuh"

Diperbarui: 27 Feb

Bacaan Puncta : Markus 7:31-37

Dibuat oleh : Fr. Fransisco Serrano Gading Braja Wiguna


Perikop dalam bacaan Injil ini mengisahkan seorang tuli dan juga gagap yang disembuhkan oleh Yesus. Yesus melakukan mukjizat kepadanya dengan melakukan banyak hal seperti memasukkan jari ke dalam telinga, meludah kemudian mengusapnya ke lidah orang tersebut, menengadah ke atas langit,  yang kemudian ditutup dengan kata “Efata!” dan sembuhlah orang tuli tersebut. Dalam bacaan Injil Yesus berpesan kepada orang tersebut supaya jangan menceritakannya kepada siapapun, akan tetapi semakin dilarang maka semakin ingin disebarluaskan. 

Peran orang tuli tersebut memberikan kabar sukacita bahwa Tuhan Yesus melakukan mukjizat. Orang tuli tersebut secara jelas menyebarkan kasih kepada sesama karena semakin banyak orang percaya kepada Tuhan Yesus. Orang tuli tersebut tidak mau ketika sembuh menikmati apa yang telah dialaminya sendirian, ia ingin memberikan kabar kepada semua orang bahwa ia telah sembuh. 

Saya teringat akan satu pengalaman ketika mendengar cerita ini yakni seseorang bernama Mas Hendra yang merupakan seorang tuli. Mas Hendra adalah seorang katekis KAJ yang beberapa minggu lalu memberikan kursus kepada frater-frater CPT mengenai bahasa isyarat. Menurut saya Mas Hendra memberikan bukti bahwa seorang tuli bukanlah suatu kekurangan melainkan suatu hal yang istimewa. Lewat keterbatasannya, ia tetap memiliki hati untuk mau mewartakan kasih Allah kepada sesama terlebih kepada teman-teman tuli lainnya. Ia tetap sadar bahwa tuli bukanlah suatu halangan baginya, melainkan sebuah pemberian dari Allah dan menerimanya dengan sungguh. Ia mau menjadi katekis sebagai bentuk kasih kepada Tuhan dan sesama.

Punctum yang saya ingin sampaikan adalah menjadi sembuh. Terkadang diri kita yang tidak berkekurangan pun seringkali masih “tuli dan gagap” terhadap sesama. Banyak dari kita dan saya sendiri masih merasa tidak peduli dengan orang di sekitar kita. Jika kembali kita lihat bahwa orang tuli dan gagap dalam Injil Markus tersebut mau mewartakan dan memberi kasih kepada sesama akan kabar sukacita. Bisa juga kita lihat dari pengalaman Mas Hendra yang melalui keterbatasannya tersebut tetap mau menjadi seorang katekis dan merasa bahwa dirinya mampu untuk memberikan kasih kepada sesama. 

Kita sendiri perlu sadar apakah kita masih merasa “tuli dan gagap”? contohnya saja terkait kepekaan satu sama lain, kita masih kurang peka dan tidak peduli untuk membantu satu sama lain. Ketika ada yang kesulitan belum tentu kita mau bergerak dan melakukannya bersama. Kita cenderung bersembunyi seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Tentu saja hal tersebut tidak bisa dibenarkan karena hal tersebut menunjukkan bahwa hati kita masih “tuli dan gagap”. 

Kita sudah merayakan hari valentine atau hari kasih sayang. Valentine tidak selamanya tentang coklat dan pasangan tetapi juga tentang mengasihi sesama kita dalam kehidupan sehari-hari.  Kasih tersebut bisa kita tunjukkan dengan peka terhadap satu sama lain dan menyadari apakah diriku masih terjebak dalam “tuli dan gagap” tersebut. Pada akhirnya kita diingatkan kembali bahwa kita perlu sadar untuk berusaha keluar dari diri kita yang seringkali “tuli dan gagap” agar pada akhirnya kita mendengar kembali karena telah sembuh. Ketika sudah sembuh, disitulah kasih muncul dan dapat diberikan kepada sesama. Mari kita memohon rahmat agar kita selalu diberkati Tuhan Yesus untuk mau sembuh dan memberikan kasih kepada sesama. Tuhan Yesus memberkati.


Gambar : Para Frater Mengadakan Sesi Bahasa Isyarat
Gambar : Para Frater Mengadakan Sesi Bahasa Isyarat

コメント


bottom of page