Bacaan Puncta : Yohanes 8:33–37
Dibuat oleh : Fr. Vincentius Aditya Manubowo
Keberanian untuk Merendahkan Diri
Orang-orang Yahudi tersinggung ketika Yesus menyatakan bahwa mereka membutuhkan pembebasan. Sebagai keturunan Abraham, mereka merasa sudah "merdeka" secara rohani dan tidak membutuhkan bantuan apa pun. Namun, Yesus menegaskan bahwa mereka masih diperbudak oleh dosa (ayat 34). Kemerdekaan yang dimaksudkan Yesus bukanlah kemerdekaan politik atau budaya, melainkan kebebasan dari dosa yang hanya bisa diberikan melalui hubungan dengan Allah. Sikap orang-orang Yahudi ini mencerminkan sifat manusia yang sering kali sulit mengakui kelemahan atau kebutuhan akan pertolongan.
Yesus mengajak mereka dan kita semua untuk memiliki keberanian merendahkan diri. Merendahkan diri berarti mengakui bahwa kita tidak sempurna dan membutuhkan Tuhan untuk membebaskan kita dari belenggu dosa. Hal ini tidak mudah karena sering kali kita terlalu bangga pada status sosial, pendidikan, atau bahkan keagamaan kita. Renungkanlah, apakah kita cukup rendah hati untuk mengakui kebutuhan kita akan Allah dalam kehidupan sehari-hari?
Status Sebagai Anak Allah dan Kepercayaan kepada Yesus Kristus
Yesus kemudian menggunakan ilustrasi keluarga untuk menunjukkan perbedaan antara anak sah dan budak (ayat 35). Ia menjelaskan bahwa meskipun mereka adalah keturunan Abraham, mereka belum menjadi "anak" Allah yang sejati karena mereka menolak kebenaran yang Ia bawa. Hubungan dengan Allah tidak bergantung pada garis keturunan atau identitas budaya, tetapi pada iman dan kepercayaan kepada Yesus Kristus.
Pesan ini relevan bagi kita yang mungkin merasa cukup dengan status keagamaan atau simbol-simbol eksternal. Misalnya, apakah gelar, pakaian, atau atribut rohani kita benar-benar mencerminkan hubungan yang erat dengan Allah? Lebih dari itu, bagaimana dengan kehidupan doa dan kebiasaan kita sehari-hari? Apakah hal-hal tersebut mencerminkan kepercayaan sejati kepada Kristus dan status kita sebagai anak-anak Allah?
Maka, Pesan Yesus dalam Yohanes 8:31–59 mengajarkan bahwa iman sejati melibatkan kerendahan hati dan pengakuan akan kebutuhan kita kepada Allah. Status sebagai anak Allah tidak ditentukan oleh identitas budaya atau simbol keagamaan, melainkan oleh iman dan hidup yang mencerminkan kepercayaan kepada Yesus Kristus. Dengan demikian, kita diajak untuk memeriksa hati dan kehidupan kita. Apakah kita sudah hidup sebagai anak-anak Allah yang sejati, dengan keberanian merendahkan diri dan sepenuhnya mempercayakan hidup kepada Yesus? Mari kita renungkan, bukan apa yang tampak dari luar, tetapi bagaimana hidup kita memuliakan Allah.
Gambar : Para Frater Merayakan Ekaristi di Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa
Comments