"Kebenaran"
- seminaritinggikaj
- 11 Apr
- 2 menit membaca
Bacaan Puncta : Yohanes 8 : 51-59
Dibuat oleh : Fr. Fidelis Elexianno Banera Parus
Dulu, ketika saya masih kecil, saya ingat sekali bahwa saya adalah anak yang nakal dan susah dibilangin. Susah dibilangin? Iya! Ketika itu sedang hujan di tempat saya tinggal. Di bawah hantaman air hujan yang deras itu, saya melihat ada anak-anak seumuran saya waktu itu sedang bermain di bawah hujan. Saya pikir bahwa hal itu sangat menyenangkan sekali dan saya ingin ikut bermain. Saya meminta izin ke Ibu saya waktu itu, tetapi Ibu saya tidak mengizinkan saya dan berkata, “Jangan, Kak. Nanti kamu sakit.” Saya yang masih anak-anak tidak mau mendengarkan kebenaran yang diberitahukan oleh Ibu saya dan hanya menganggap itu sebagai larangan yang tidak adil. Anak-anak yang tadi sedang bermain di bawah hujan sudah pulang, tetapi hujan masih deras, tidak berubah. Saya kembali meminta kepada Ibu saya untuk bermain hujan. Ibu saya melarang saya dan kembali mengatakan hal yang sama, “Jangan, Kak. Nanti kamu sakit.” Saya yang tetap keras kepala membuka pintu rumah dan bermain di bawah hujan dengan perasaan penuh sukacita. Setelah itu apa yang dikatakan Ibu saya benar terjadi. Saya pun jatuh sakit.
Apa relevansinya dengan bacaan puncta kali ini? Dari hasil refleksi saya, bacaan ini mau mengajak kita semua untuk menerima kebenaran dan merespon kebenaran yang kita terima dengan baik. Dalam bacaan, Yesus menyampaikan kebenaran tentang Dia. Tetapi, orang-orang di masa itu tidak percaya akan perkataan Yesus. Mereka malah berkata bahwa barangkali Yesus kerasukan. Kita semua tahu bahwa Yesus adalah kebenaran itu sendiri dan sebagai pengikutnya tentunya kita dipanggil menuju kebenaran itu dan senantiasa mencintainya. Tetapi, terkadang kebenaran itu menyakitkan. Sama seperti ketika Ibu saya menyampaikan kepada saya bahwa bermain hujan dapat membuat saya sakit, itu hal yang menyakitkan bagi saya, tetapi hal itu benar adanya. Dari bacaan ini, Tuhan mau mengajak kita untuk mengetahui kebenaran, menerima, dan mencintai kebenaran itu. Maka ada pertanyaan refleksi yang ingin saya tawarkan sebagai permenungan bacaan ini. Sebagai pengikut Kristus, Sang Kebenaran, apakah aku sudah mencintai kebenaran? Bagaimana aku merespon kebenaran yang aku terima dalam hidupku? Apakah aku malah marah atau mau menerimanya dengan hati yang terbuka?

Comments